Makalah
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Al-Quran
adalah firman atau wahyu yang berasal dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW
dengan perantara melalui malaikat jibril sebagai pedoman serta petunjuk seluruh
umat manusia semua masa, bangsa dan lokasi. Alquran adalah kitab Allah SWT yang
terakhir setelah kitab taurat, zabur dan injil yang diturunkan melalui para
rasul.Syaikh Abu Utsman berkata :”Ashhabul Hadits bersaksi dan berkeyakinan
bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah (ucapan Allah), Kitab-Nya dan wahyu yang diturunkan,
bukan makhluk. Barangsiapa yang menyatakan dan berkeyakinan bahwa ia makhluk
maka kafir menurut pandangan mereka.
Al-Qur’an tidak hanya sebagai penyelamat di akherat tetapi
juga selamat di dunia. Meyakini Al-Qur’an sebagai kitab yang berisi wahyu Allah
SWT merupakan kewajiban yang termaktub dalam rukum Iman. Saat ini, banyak
terjadi saudara-saudara kita yang mengaku Islam tetapi 'jauh' dari Al-Qur’an.
Entah karena sibuk dengan dunia, tidak peduli atau bahkan ada perasaan takut untuk berakrab-akrab dengan Al-Qur’an. Takut begitu banyak aturan yang harus difahami dan dilaksanakan, padahal itu hanyalah ketakutan semu yang dihembus-hembuskan setan yang sedang berburu teman di neraka.
Entah karena sibuk dengan dunia, tidak peduli atau bahkan ada perasaan takut untuk berakrab-akrab dengan Al-Qur’an. Takut begitu banyak aturan yang harus difahami dan dilaksanakan, padahal itu hanyalah ketakutan semu yang dihembus-hembuskan setan yang sedang berburu teman di neraka.
BAB II
PEMBAHASAN
Unsur Budaya dalam
memahami Al-Qur’an
Al-qur'an sebagai sumber ajaran - Al-Qur’an berasal dari bahasa qara’a-yaqrau yang berarti bacaan, menghimpun, dan mengumpulkan. Sedangkan arti secara istilah adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dengan melalui malaikat jibril dan yang membacanya sesuai ketentuan yang berlaku adalah bernilai ibadah. Ada beberapa perbedaan cara ulama didalam mengartikan Al-Quran itu sendiri, namun perbedaan-perbedaan itu sifatnya tidak terlalu signifikan dan tidak merubah akan keaslian Al-Quran tersebut. Allah berfirman dalakm kitab-Nya:
Artinya kitab
Al-Quran itu tidak ada keraguan padanya;Petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (Al
Baqarah ayat 2) .
Ayat tadi cukup jelas bagi kita untuk dijadikan bahan
acuan bahwa sampai kapan pun Al-Qur’an tetap akan terjaga kemurniannya.
Mempercayai akan adanya Al-Qur’an yang sangat
komlpleks dan bersastra tinggi ini adalah suatu kewajiban yang tidak bias
ditawar-tawar lagi bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun permpuan yang
sudah balig. Karena pada hakikatnya hal demikian adalah bentuk aplikasi
keimanan dan keislaman dari seorang muslim yang haqiqi. Sehingga janganlah
mengaku islam jika masi.
Al-Qur’an adalah kitab suci yang tidak satupun
kekurangan terdapat didalamnya, bahkan Al-Qur’an adalah satu-satunya kitab yang
bisa menjawab segala bentuk jenis petanyaan karena Al-Qura’n adalah kompleks.
Adapun kandungan-kandungan Al-Quran adalah sebagai berikut:
- Tentang aqidah tauhid
- Memuat Tentang Tuhan.
- Memuat tentag ibadah, yaitu memuat tentang ibadah-ibadah kepada allah misalnya shlat, zakat,dan lain-lain.
Muhkam dan Mutassyabih
Pokok-pokok agama tersebut dibeberapa tempat dalam Al-Qur’an terkadang
datang dengan lafazh, ungkapan dan uslub (gaya
bahasa) yang berbeda-beda tetapi maknanya tetap satu. Maka sebagiannya serupa
dengan sebagian yang lain, tetapi maknanya cocok dan serasi. Tidak ada
kontradiktif di dalamnya. Adapun mengenai masalah cabang (furu’) agama yang
bukan masalah pokok, ayat-ayatnya ada yang bersifat umum dan juga mutasyabih
(samar-samar) yang memberikan peluang bagi para mujtahid yang handal dan dalam
ilmunya untuk dapat mengembalikan maknanya kepada yang muhkam. Dengan cara
mengembalikan yang furu’ (cabang) kepada masalah ushul (pokok), dan yang
bersifat juz’I (parsial) kepada yang bersifat kulli (universal).
Ibn Habib An-Naisaburi pernah mengemukakan tiga pendapat kaitan ayat-ayat
Al-Qur’an dan muhkam-mutasyabih.
Pertama, seluruh ayat Al-Qur’an adalah muhkam berdasarkan firman
Allah dalam QS. Hud: 1 yang artinya: “Alim lam raa, inilah suatu kitab yang
ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci yang
diturunkan dari sisi Allah yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui “.
Kedua, seluruh ayat Al-Qur’an adalah mutasayabih berdasarkan
firman-Nya: “Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik, yaitu
Al-Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang.” (QS. Az
Zumar : 23)
Ketiga, pendapat yang paling tepat, ayat-ayat Al-Qur’an terbagi
dalam dua bagian, yaitu muhkam dan mutasyabih berdasarkan firman Allah: “Dialah
yang menurunkan Al Kitab (Al-Qur’an) kepada kamu. Diantara isisnya ada
ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok kitab Al-Qur’an dan yang lain
ayat-ayat mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam batinnya condong kepada
kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasayabihat untuk
menimbulkan fitnah dan untuk mengetahui ta’wilnya, padahal tidak ada yang
mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya
berkata, kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabih, semuanya itu dari sisi
Tuhan kami. Dan tidak dapat mengambil pelajaran darinya melainkan orang-orang
yang berakal.” (QS. Ali Imran : 7)
Secara etimologi (bahasa), muhkam berarti suatu ungkapan yang maksud
makna lahirnya tidak mungkin diganti atau diubah (ma ahkam Al-murad bib’an
al-tabdil wa at-taghyir). Adapun mutasyabih adalah ungkapan yang maksud makna
lahirnya samar.
Ibn Abi Hatim mengeluarkan sebuah riwayat dari “Ali bin Abi Thalib dari
Ibn “Abbas yang mengatakan bahwa ayat-ayat muhkam adalah ayat yang menghapus
(nasikh), berbicara tentang halal haram, ketentuan-ketentuan (hudud),
kafarduan, serta yang harus diimani dan diamalkan. Adapun ayat-ayat mutasyabih
adalah ayat yang dihapus (mansukh, yang berbicara tentang
perumpamaan-perumpamaan (amtsal), sumpah (aqsam), dan yang harus diimani,
tetapi tidak harus diamalkan.
Dari pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa inti muhkam
adalah ayat-ayat yang maknanya sudah jelas, tidak samar lagi. Yang masuk ke
dalam kategori muhkam adalah nash (kata yang menunjukkan sesuatu yang
dimaksud dengan terang dan tegas, dan memang untuk makna itu ia disebutkan).
Adapun mutasyabih adalah ayat-ayat yang maknanya belum jelas.
Contoh-Contoh Ayat
Sebagaimana
telah dijelaskan dalam pengertian di atas, bahwa ayat-ayat muhkam berisi
tentang halal, haram, hudud, kewajiban janji dan ancaman. Sedangkan ayat-ayat
mutasyabih berisi tentang asma Allah dan sifat-sifatNya. Berikut akan diuraikan
beberapa contoh ayat Al-Qur’an yang termasuk ayat muhkam dan mutasyabih.
Penalaran dalam Ijtihad
Sumber-sumber hukum Islam
adalah wahyu (al-Qur’an dan Sunnah). Materi hukum yang terdapat dalam
sumber-sumber tersebut, secara kuantitatif terbatas jumlahnya. Karena itu,
setelah berlalunya periode Tasyri’ (zaman kenabian dan hidupnya Rasulullah
SAW), dalam penerapan hukum selanjutnya diperlukan penalaran atau ijtihad.
Esensi penalaran tersebut diisaratkan sendiri oleh Rasulullah ketika mengutus
Muadz bin Jabal ke Yaman. Sebelum mengutus Muadz, Rasulullah bertanya
“bagaimana Muadz memecahkan persoalan yang akan dihadapinya kelak” Muadz
menjawab, bahwa ia akan menyelesaikan persoalan dengan ketentuan al-Qur’an dan
Sunnah Nabi, apabila tidak ditemukan ketentuan hukum yang dimaksud, maka ia
akan berusaha menyeslesaikan persoalan tersebut dengan upaya penalaran akalnya
semaksimal mungkin (…ajtahidu ra’yi.) Rasulullah kemudian memuji jawaban
Muadz. Dalam al-Qur’an juga terdapat anjuran atau tuntunan untuk berijtihad,
sebagaimana disebutkan ‘Fa’tabiruu yaa ulil abshaar’ [1] Ayat ini memberikan peluang
bagi seseorang untuk dapat memikirkan
sekaligus mengambil pelajaran terhadap suatu kejadian dengan melalui akal
fikiran yang sehat dan jernih.
Kehujjahan
Fatwa Sahabat
Bahwa
Ijma’ para sahabat nabi SAW oleh masyarakat Sunni dapat dipakai sebagai ketentuan
hukum. Perbedaan pendapat diantara mereka hanya dalam soal ketetapan untuk
mengikuti salah satu fatwa dari para sahabat dan mendahulukannya atas qiyas
atau fatwa-fatwa lainnya yang bukan dari sahabat. Dalam hal ini, sebagian ulama
mazhab Hanafi menyatakan bahwa ucapan sahabat termasuk dalil-dalil hukum dan
menurut sifatnya wajib di ikuti. ( Sobhi Mahmassani, 152) Pendapat ini
berdasarkan dua alasan: pertama, bahwa para sahabat adalah orang-orang yang
paling dekat dengan Rasulullah SAW, sehingga lebih mengetahui dan lebih
menjiwai maksud dan keterangan Sunnah dari nabi SAW. Demikian juga dengan
sebab-sebab turunnya wahyu al-Qur’an beserta nash dan penafsirannya. Kedua,
mengenai diri para sahabat, nabi SAW sendiri telah memberikan jaminannya. Dalam
sebuah hadis di sebutkan, “Sahabatku laksana bintang-bintang, kepada siapa kamu
mengikutinya kamu akan mendapat petunjuk”.
Akan
tetapi pendapat tersebut tidak disetujui oleh mazhab lainnya, begitu juga
dengan al-Kurkhi dari mazhab Hanafi sendiri. Menurut mereka ucapan para sahabat
tidak boleh dijadikan dalil hukum dan tidak pula wajib taqlid padanya.
Sedangkan hadis nabi SAW yang dijadikan pegangan oleh pendapat yang pertama,
mereka katakan bahwa hadis tersebut sama sekali tidak memberi pengertian itba’
dan masuk kategori hadis yang sanadnya dha’if.
Ternyata
diketahui bahwa mereka (sahabat-sahabat Nabi) adalah generasi paling ahli dalam
memberikan penjelasan melalui jiwa dan semangat Islam. Mereka adalah
orang-orang yang memilki cakrawala pemikiran yang luas dan mendalam mengenai
hukum-hukum Islam yang dibuat tanpa menyulitkan, meski tetap berpijak pada
dasar-dasar yang ada. Sebagai contoh misalnya, ketika Umar bin Khattab, Muadz
dan Ali r.a, menolak memberikan bagian 4/5 jatah tanah rampasan perang
(ghanimah) untuk para pejuang yang menaklukkan musuh. Sementara dalam firman
Allah disebutkan:
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Setelah dibahas dalam bab
sebelumnya akhirnya penulis dapat menarik kesimpulan bahwa Al-Qur’an berasal
dari bahasa qara’a-yaqrau yang berarti bacaan, menghimpun, dan mengumpulkan.
Sedangkan arti secara istilah adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad dengan melalui malaikat jibril dan yang membacanya sesuai ketentuan
yang berlaku adalah bernilai ibadah. Ada beberapa perbedaan cara ulama didalam
mengartikan Al-Quran itu sendiri, namun perbedaan-perbedaan itu sifatnya tidak
terlalu signifikan dan tidak merubah akan keaslian Al-Quran tersebut. Mempercayai
akan adanya Al-Qur’an yang sangat komlpleks dan bersastra tinggi ini adalah
suatu kewajiban yang tidak bias ditawar-tawar lagi bagi setiap muslim, baik
laki-laki maupun permpuan yang sudah balig. Karena pada hakikatnya hal demikian
adalah bentuk aplikasi keimanan dan keislaman dari seorang muslim yang haqiqi. Sehingga
janganlah mengaku islam jika masi.
Itulah makalah tentang Al-qur'an sebagai sumber ajaran semoga bermanfaat
terimakasih sob .. artikelnya sangat bermanfaat sekali
BalasHapusBetMGM Casino (MapYRO) - 2021 All You Need to Know
BalasHapusBetMGM is one of 전라남도 출장마사지 the top-rated 과천 출장마사지 mobile casinos in the U.S. 서귀포 출장안마 for the convenience of players in New Jersey. They have the mobile 서귀포 출장마사지 casino section 충주 출장샵 and