BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peradaban adalah memiliki berbagai arti dalam kaitannya dengan masyarakat
manusia.
Seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk pada suatu masyarakat yang
"kompleks": dicirikan oleh praktik dalam pertanian, hasil karya dan
pemukiman, berbanding dengan budaya lain, anggota-anggota sebuah peradaban akan
disusun dalam beragam pembagian kerja yang rumit dalam struktur hirarki sosial.
Istilah peradaban sering digunakan sebagai persamaan yang
lebih luas dari istilah "budaya" yang populer dalam kalangan
akademis. Dimana setiap manusia dapat berpartisipasi dalam sebuah budaya, yang
dapat diartikan sebagai "seni, adat istiadat, kebiasaan , kepercayaan,
nilai, bahan perilaku dan kebiasaan dalam tradisi
yang merupakan sebuah cara hidup masyarakat". Namun, dalam definisi yang paling banyak
digunakan, peradaban adalah istilah deskriptif yang relatif dan kompleks untuk
pertanian dan budaya kota.
Peradaban dapat dibedakan dari budaya lain oleh kompleksitas dan organisasi
sosial dan beragam kegiatan ekonomi dan budaya.
Dalam sebuah pemahaman lama tetapi masih sering
dipergunakan adalah istilah "peradaban" dapat digunakan dalam cara
sebagai normatif baik dalam konteks sosial di mana rumit dan budaya kota yang
dianggap unggul lain "ganas" atau "biadab" budaya, konsep
dari "peradaban" digunakan sebagai sinonim untuk "budaya (dan
sering moral) Keunggulan dari kelompok tertentu." Dalam artian yang sama,
peradaban dapat berarti "perbaikan pemikiran, tata krama, atau
rasa". masyarakat yang
mempraktikkan pertanian secara
intensif; memiliki pembagian kerja; dan kepadatan penduduk yang mencukupi untuk
membentuk kota-kota.
"Peradaban" dapat juga digunakan dalam konteks luas untuk merujuk
pada seluruh atau tingkat pencapaian manusia dan penyebarannya (peradabanmanusia atau peradaban global). Istilah
peradaban sendiri sebenarnya bisa digunakan sebagai sebuah upaya manusia untuk
memakmurkan dirinya dan kehidupannya. Maka, dalam sebuah peradaban pasti tidak
akan dilepaskan dari tiga faktor yang menjadi tonggak berdirinya sebuah
peradaban. Ketiga faktor tersebut adalah sistem pemerintahan, sistem ekonomi,
dan IPTEK.
B.
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini
adalah :
1. Apa
itu peradaban ?
3. Apakah
mungkin terjadinya peradaban universal?
C. Tujuan
Penulisan
1. Ingin
mengetahui apa itu peradaban ?
2. Ingin
mengetahui bagaimana kebudayaan sebagai peradaban ?
3. Ingin
mengetahui apakah mungkin terjadinya peradaban universal?
BAB II
PEMBAHASAN
Manusia dan peradaban merupakan dua hal yang tidak mungkin terpisahkan. Manusia
melalui kemampuan cipta dan karya selalu melakukan karya-karya di segala bidang
kehidupan. Istilah peradaban mempunyai arti yang erat kaitannya dengan manusia.
Istilah peradaban seringkali merujuk pada suatu masyarakat yang kompleks.
Peradaban manusia bisa dilihat melalui praktik pertanian,
hasil karya, permukiman, dan berbagai pandangan manusia mengenai ilmu
pengetahuan, politik, dan kehidupan.
Peradaban merupakan terjemahan dari kata civilization
yang berasal dari kata civil (warga kota)
dan sivitas (kota; kedudukan warga kota). Biasanya, peradaban
juga disamakan dengan budaya dan kebudayaan dalam beberapa literatur. Menurut
Huntington, peradaban mewujudkan puncak-puncak dari kebudayaan. Manusia
sebenarnya sudah mencapai puncak kebudayaan walaupun masih dalam taraf
primitif.
Akan tetapi, tidak semua kebudayaan bisa mencapai tahap
puncaknya. Kadang, kebudayaan manusia terhenti dengan apa yang disebut blind
eyes atau jalan buntu. Frans Boas mengartikan peradaban sebagai
keseluruhan bentuk reaksi manusia terhadap tantangan dalam menghadapi alam sekitar,
individu ataupun kelompok.
Peradaban bisa meliputi segala aspek kehidupan manusia,
seperti budaya materiil, relasi sosial, seni, agama, dan ditambah dengan sistem
moral, gagasan, dan bahasa.
Dalam perjalanan peradaban manusia, ada suatu fenomena yang
harus dihadapi, yaitu terjadinya benturan peradaban. Hutington menyebutnya
dengan istilah clash civilization. Pada zaman modern, Hutington
meyakini bahwa peradaban-peradaban yang muncul akan menimbulkan proses
benturan-benturan. Benturan itu terjadi bisa antara peradaban Barat dan Timur.
Bisa juga karena perbedaan ideologi.
Satu hal yang tidak boleh terjadi adalah berhenti
mempelajari peradaban manusia. Peradaban manusia harus terus dikaji atau
dipelajari. Sejarah peradaban manusia dari tiap masa tidak boleh hilang. Karena
dari belajar peradaban di masa lalu itulah, kita bisa becermin untuk
mengembangkan peradaban manusia masa mendatang.
Peradaban sungai Mesir
Beberapa
alasan menyebutkan bahwa peradaban kuno biasanya tumbuh dan berkembang dengan
sangat pesat di daerah yang berada di sekitar lembah sungai atau pantai. Ini
karena sungai dan pantai merupakan prasarana perhubungan dengan bangsa
lain, juga sungai dan pantai merupakan sumber kehidupan.
Peradaban
sungai Mesir terletak di Lembah Sungai Nil. Bagi bangsa Mesir sungai Nil adalah
sumber kehidupan dan pusat perhubungan antarbangsa. Oleh karena itu, tidaklah
mengherankan jika peradaban Mesir kuno sangat maju dibanding dengan bangsa
lain. Beberapa fakta yang menyebutkan bahwa mesir kuno telah memiliki
kebudayaan yang tinggi, di antaranya sebagai berikut.
1. Pemerintahan
Bangsa Mesir sudah
mengenal bentuk pemerintahan kerajaan. Adalah daerah Mesir Utara yang
beribukota Memphis
dengan raja Menes, yang pertama kali menjalankan bentuk pemerintahan kerajaan
ini.
2. Kepercayaan
Bangsa Mesir percaya
pada dewa-dewa (polytheisme). Mereka memuja banyak dewa, dengan Dewa
Ra atau Dewa Matahari sebagai dewa tertinggi yang dipuja oleh sebagian besar
masyarakat Mesir kuno. Bangsa Mesir juga percaya ada kehidupan baru
setelah kematian. Oleh karena itu pada pada waktu pemakaman harta benda yang
meninggal akan diikutsertakan.
3. Bangunan
Bangunan bangsa
Mesir dengan kemegahan dan misteri yang terkandung di dalamnya sampai saat ini
masih bisa dinikmati dan membawa kekaguman tersendiri bagi masyarakat modern.
Salah satu bangunan Mesir yang dimaksud tentu saja adalah Piramida. Bangunan
dengan bentuk limas ini dibangun sejak dinasti ketiga untuk makam raja-raja
Mesir.
4. Seni Patung
Bangsa Mesir
meninggalkan seni patung yang sangat mengagumkan dengan ukuran yang besar-besar
meskipun saat itu belum ditemukan alat-alat atau teknologi canggih seperti yang
dimiliki zaman modern seperti sekarang ini. Seni patung Mesir
menggambarkan dewa dewi maupun raja dan keluarganya. Seni patung Mesir
berhubungan dengan bangunannya.
5. Seni Lukis
Media lukis yang
dipakai Bangsa Mesir kuno adalah papyrus. Lukisan memiliki fungsi sebagai
upacara pelengkap kematian atau upacara keagamaan. Bentuk lukisan Bangsa Mesir
tidak memiliki perspektif, posisi manusia semuanya dengan posisi menyamping.
Selain itu, Bangsa Mesir pun sudah mengenal karya sastra. ini terbukti dengan
ditemuannya kitab talkin buatan Bangsa Mesir.
Saat ini, kebanyakan orang memahami gagasan
"budaya" yang dikembangkan di Eropa pada abad ke-18 dan
awal abad ke-19. Gagasan tentang "budaya" ini merefleksikan adanya
ketidakseimbangan antara kekuatan Eropa dan kekuatan daerah-daerah yang
dijajahnya.
Mereka menganggap 'kebudayaan' sebagai
"peradaban" sebagai lawan kata dari "alam". Menurut cara
pikir ini, kebudayaan satu dengan kebudayaan lain dapat diperbandingkan; salah
satu kebudayaan pasti lebih tinggi dari kebudayaan lainnya.
Artefak tentang
"kebudayaan tingkat tinggi" (High Culture) oleh Edgar Degas.
Pada prakteknya, kata kebudayaan merujuk pada benda-benda
dan aktivitas yang "elit" seperti
misalnya memakai baju
yang berkelas, fine art,
atau mendengarkan musik klasik, sementara kata berkebudayaan digunakan
untuk menggambarkan orang yang mengetahui, dan mengambil bagian, dari
aktivitas-aktivitas di atas.
Sebagai contoh, jika seseorang berpendendapat bahwa musik
klasik adalah musik yang "berkelas", elit, dan bercita rasa seni,
sementara musik tradisional dianggap sebagai musik yang kampungan dan
ketinggalan zaman, maka timbul anggapan bahwa ia adalah orang yang sudah
"berkebudayaan".
Orang yang menggunakan kata "kebudayaan" dengan
cara ini tidak percaya ada kebudayaan lain yang eksis; mereka percaya bahwa
kebudayaan hanya ada satu dan menjadi tolak ukur norma dan nilai di seluruh
dunia. Menurut cara pandang ini, seseorang yang memiliki kebiasaan yang berbeda
dengan mereka yang "berkebudayaan" disebut sebagai orang yang
"tidak berkebudayaan"; bukan sebagai orang "dari kebudayaan yang
lain." Orang yang "tidak berkebudayaan" dikatakan lebih
"alam," dan para pengamat seringkali mempertahankan elemen dari kebudayaan tingkat
tinggi (high culture) untuk menekan pemikiran "manusia alami" (human
nature)
Sejak abad ke-18, beberapa kritik sosial telah menerima
adanya perbedaan antara berkebudayaan dan tidak berkebudayaan, tetapi
perbandingan itu -berkebudayaan dan tidak berkebudayaan- dapat menekan
interpretasi perbaikan dan interpretasi pengalaman sebagai perkembangan yang
merusak dan "tidak alami" yang mengaburkan dan menyimpangkan sifat
dasar manusia.
Dalam hal ini, musik tradisional
(yang diciptakan oleh masyarakat kelas pekerja) dianggap mengekspresikan
"jalan hidup yang alami" (natural way of life), dan musik
klasik sebagai suatu kemunduran dan kemerosotan.
Saat ini kebanyak ilmuwan sosial menolak untuk
memperbandingkan antara kebudayaan dengan alam dan konsep monadik yang pernah berlaku. Mereka
menganggap bahwa kebudayaan yang sebelumnya dianggap "tidak elit" dan
"kebudayaan elit" adalah sama - masing-masing masyarakat memiliki
kebudayaan yang tidak dapat diperbandingkan.
Pengamat sosial membedakan beberapa kebudayaan sebagai kultur populer (popular
culture) atau pop kultur, yang berarti barang atau aktivitas yang
diproduksi dan dikonsumsi oleh banyak orang.
Oswald membedakan antara kebudayaan dan peradaban.
Menurutnya, dua hal tersebut merupakan dua gaya hidup yang berlawanan. Oswal berpendapat
bahwa kebudayaan lebih dominan pada nilai-nilai spiritual yang menekan manusia
pada perkembangan individu di bidang mental dan moral. Sementara itu, peradaban
menurutnya, lebih mengarah kepada hal-hal bersifat material yang menekankan
pada kesejahteraan fisik dan material.
Oswald mencontohkan bahwa gaya hidup Yunani Kuno dan Romawi Kuno
sebagai peradaban. Bieren de Han berpendapat sama dengan Oswald. Ia juga
membedakan antara kebudayaan dan peradaban. Menurut Bieren, peradaban adalah
seluruh kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan teknik. Kebudayaan, bagi
Bieren, lebih menekankan kepada segala sesuatu yang berasal dari hasrat dan
gairah yang lebih murni, berada di atas tujuan praktis hubungan masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
setelah dibahas dalam bab sebelumnya maka kami selaku
penulis dapat menarik kesimpulan bahwa Istilah peradaban sering digunakan
sebagai persamaan yang lebih luas dari istilah "budaya" yang populer
dalam kalangan akademis. Dimana setiap manusia dapat berpartisipasi dalam
sebuah budaya, yang dapat diartikan sebagai "seni, adat istiadat,
kebiasaan , kepercayaan, nilai, bahan perilaku dan kebiasaan dalam tradisi
yang merupakan sebuah cara hidup masyarakat". Namun, dalam definisi yang paling banyak
digunakan, peradaban adalah istilah deskriptif yang relatif dan kompleks untuk
pertanian dan budaya kota.
Peradaban dapat dibedakan dari budaya lain oleh kompleksitas dan organisasi
sosial dan beragam kegiatan ekonomi dan budaya.
Sedangkan Peradaban dapat juga digunakan dalam konteks luas
untuk merujuk pada seluruh atau tingkat pencapaian manusia dan penyebarannya
(peradaban manusia atau peradaban global/
universal). Istilah peradaban sendiri sebenarnya bisa digunakan sebagai sebuah
upaya manusia untuk memakmurkan dirinya dan kehidupannya. Maka, dalam sebuah
peradaban pasti tidak akan dilepaskan dari tiga faktor yang menjadi tonggak
berdirinya sebuah peradaban. Ketiga faktor tersebut adalah sistem pemerintahan,
sistem ekonomi, dan IPTEK.
DAFTAR PUSTAKA
Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi
Antarbudaya:Panduan Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya. 2006. Bandung:Remaja Rosdakarya
Itulah makalah yang dapat saya tuliskan dalam blog ini, mudah- mudahan dapat bermanfaat khususnya bagi para pembaca, dan pada umumnya bagi saya selaku penulis.
terimakasih kaka
BalasHapusOk bangat nih makalah
BalasHapus